KISAH TENTANG ANAK SOPIR JADI DIREKTUR
Pagi ini, di tengah awan mendung yang terus menggelayut, di sela
tetesan hujan yang membasahi daun-daun pepohonan, saya ingin mengajak
Anda semua untuk berkelana : menengok sepotong kisah perjalanan anak
supir angkot yang kemudian menjadi direktur sebuah perusahaan global di
New York.
Inilah sebuah pengembaraan anak muda miskin dari sebuah desa kecil di
tanah air, yang kemudian meretas karir sebagi top executive di jantung
kota dunia, dalam keriuhan kota Manhattan yang berbinar-binar.
Inilah sebuah kisah tentang kegigihan, tentang impian yang tak sempat
terucap, dan juga tentang makna ketekunan merajut nasib hidup.
Baiklah, silakan diseruput dulu kopi hangatnya. Gerimis yang
merintis, secangkir kopi hangat, dan sajian dari blog yang renyah ini,
adalah kombinasi indah untuk memulai Senin pagi.
Kisah ini berawal dari anak muda bernama Iwan Setyawan. Ia lahir di
tahun 1974 dari desa udik di pinggiran kota Malang. Ayahnya hanya sopir
angkot, dengan penghasilan yang amat pas-pasan. Ibunya hanya ibu rumah
tangga biasa, yang tak kenal letih membesarkan dan mendidik anak-anaknya
dengan penuh kesederhanaan.
Iwan menghabiskan masa kecil dan remajanya dalam hidup yang serba
muram : lantai rumahnya hanyalah tanah tanpa tembok, ia harus berjualan
makanan saat remaja demi menyambung biaya sekolahnya; dan ibu-nya
berkali-kali menggadaikan apa yang ia punya hingga tandas. Semua demi
menyambung hidup, demi membiayai pendidikan anak-anaknya.
Ia lalu menebus lelakon hidup yang muram itu dengan ketekunan belajar
yang luar biasa : tak kenal letih ia belajar ditemani lampu petromaks
yang kian redup. Ia meretas prestasi yang mengesankan saat SMA, hingga
ia mendapat PMDK untuk kuliah di jurusan Statistik, IPB Bogor. Dari
sinilah, pelan-pelan tirai hidup yang lebih terang disibak.
Selulus dari IPB, ia diterima bekerja di Nielsen Company, Jakarta :
sebuah perusahaan riset pemasaran global yang ternama. Lantaran
prestasi kerjanya yang mencorong, ia kemudian di-tugaskan untuk bekerja
di kantor pusat Nielsen di New York. Selama 10 tahun ia berkelana di
Manhattan, hingga mendudukup posisi Director, Client Management Nielsen
Global Co.
Ada
tiga serpihan pelajaran yang bisa di-ringkus dari kisah anak muda ini
(yang kemudian ia tuliskan dalam novel realisme yang memukau berjudul 9 Summers 10 Autumns : Dari Kota Apel ke the Big Apple).
Lesson # 1 : Education is the best investment in your life.
Kisah mas Iwan menghadirkan semangat ini dengan nyaris sempurna. Ia
tak akan mungkin mendapatkan PMDK ke IPB kalau prestasi belajar SMA-nya
abal-abal. Dan ia juga bisa diterima di Nielsen lantaran bekal sarjana
statistik dari kampus IPB.
Yang mengesankan adalah ketika ia bertekad menebus kemiskinannya itu
dengan spirit belajar yang luar biasa : sejak ia sekolah SD hingga tamat
kuliah, ia tak kenal lelah membaca buku-buku pelajaran/kuliah yang ia
tekuni.
Lesson # 3 : Your Mother is Your Source of Success.
Dari kisah yang dinarasikan dengan indah oleh mas Iwan, kita bisa
melihat betapa besar peran ibu dia dalam mendidik anak-anaknya (Iwan
adalah anak ketiga dari lima bersaudara; dan semua kakak adiknya relatif
sukses).
Meski ibunya hanya menempuh pendidikan SD, namun ia menunjukkan
talenta kecerdasaran ibu yang luar biasa : mengajarkan begitu banyak
tentang ketegaran hidup, tentang etos ketekunan, dan juga tentang
keikhlasan merajut nasib.
Kelak ketika sudah menjadi eksekutif di kota New York, Iwan suka
mengenang masa-masa kecilnya yang serba kekuarangan, mengenang ibunya
yang harus menjual piring demi sesuap nasi dan biaya sekolah
anak-anaknya.
Sambil memandang butiran salju dari jendela apartemennya di
Manhattan, air mata anak muda itu sering luruh : ia selalu terkenang
dengan kegigihan ibunya yang tak kenal lelah.
(Sebelum melanjutkan membaca, silakan diminum lagi kopi
hangatnya…..sambil mengenang betapa besar perjuangan Ibu Anda dalam
mendidik anak-anaknya, termasuk Anda).
Lesson # 3 : Alumni Connection is Important Too.
Iwan adalah lulusan IPB, dan jaringan alumni mereka yang tersebar
dimana-mana itu (termasuk di Nielsen Co) sedikit banyak berperan dalam
karir yang ia rajut.
Begitulah : kita mengenal adanya UI Connection, ITB Connection, IPB
ataupun UGM Connection. Kuliah di kampus terkemuka memang bukan hanya
dapat mutu; namun yang mungkin lebih penting adalah ini : jaringan
alumni mereka yang tersebar dimana-mana (dan setiap saat mau membantu
adik alumninya yang baru lulus).
Jadi omong-omong, Anda lulusan dari mana? Dari ITB, UI atau Universitas Mpu Sendok?
Demikianlah, tiga serpihan pelajaran yang bisa kita petik dari
perjalanan hidup mas Iwan Setyawan. Novelnya yang inspiratif ini
menjadi best seller, dan sebentar lagi akan di-film-kan.
Kalau kelak Anda ingin menonton film 9 Summers 10 Autumns ini, silakan hubungi saya. Sebab, sudah lama saya ingin mentraktir Anda semua (pembaca setia blog ini) nonton film bagus di bioskop.
Setelah itu, pulangnya kita rame-rame ngopi di Kopitiam sambil menikmati pisang bakar coklat keju —-> Sesuatu banget.
Happy MONDAY !!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar